Thursday, September 10, 2009

Fakta-fakta mengenai Prajurit Anak-anak

Fakta-fakta mengenai Prajurit Anak-anak

Menjadikan anak-anak sebagai prajurit adalah gambaran yang unik dan kejam dari Perdagangan Manusia. Puluhan dari ribuan anak-anak di bawah usia 18 tahun telah dikenakan wajib militer untuk konflik bersenjata, mengabdi pada pasukan pemerintah, wajib militer bersenjata, dan kelompok-kelompok pemberontak. Beberapa anak diculik dan dipaksa untuk mengabdi sebagai pasukan; yang lain bergabung karena ancaman, sogokan, dan janji-janji palsu mengenai kompensasi.

Dalam banyak kasus, sambil mengharapkan mendapat makanan, pakaian, dan tempat singgah, keputusan seorang anak untuk bergabung dengan sebuah kelompok bersenjata tidak bisa dianggap sebagai pilihan bebas. Anak-anak yang ditangkap dalam konflik bersenjata dengan putus asa mencari sarana untuk bertahan hidup. Karena belum dewasa secara emosional dan fisik, anak-anak dengan mudah dimanipulasi dan dipaksa dengan menggunakan kekerasan. Banyak prajurit anak-anak yang dipaksa menggunakan alkohol atau narkotika sebagai cara untuk mengurangi kepekaan mereka terhadap kekerasan atau untuk meningkatkan kinerja mereka.

Anak-anak yang yang secara paksa diikutsertakan dalam wajib militer biasanya tidak cukup mendapat pelatihan, diperlakukan secara kasar, dan dengan cepat dilibatkan dalam pertempuran. Anak laki-laki dan perempuan dikirim ke pertempuran atau lahan tambang mendahului pasukan yang lebih tua. Beberapa orang anak telah digunakan untuk misi bunuh diri atau dipaksa untuk melakukan kekejaman terhadap keluarga atau masyarakat mereka. Lainnya, termasuk beberapa dari 15.000 yang terlibat dalam konflik Liberia akhir-akhir ini, sebagian besar gadis secara seksual diperlakukan dengan kejam, dan beresiko tinggi tertular penyakit seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan.

Prajurit anak-anak lain yang dibunuh dan terluka jumlahnya jauh lebih tinggi daripada saudara mereka yang lebih tua. Beberapa kelompok bersenjata diketahui sebagai wamil anak-anak “baru” menoreh luka di wajah atau dada dengan pisau atau pecahan kaca. Yang bertahan seringkali menderita trauma berlipat ganda dan secara psikologi takut terhadap kekerasan dan kebrutalan yang mereka alami. Perkembangan mereka sebagai seorang manusia seringkali tidak dapat diperbaiki kembali. Keluarga dan masyarakat asal mereka seringkali menolak banyak mantan prajurit anak-anak yang mencoba untuk kembali disebabkan oleh kekerasan yang mereka atau kelompok mereka timbulkan pada masyarakat tersebut.

Pemanfaatan anak-anak pada perang orang dewasa adalah fenomena global. Masalah tersebut merupakan hal yang paling penting di Afrika dan Asia, tetapi kelompok-kelompok bersenjata diAmerika, eurasiam dan Timur Tengah juga memanfaatkan anak-anak. Terjadi kegagalan keinginan politik di antara banyak negara untuk melaksanakan hukum dan kewajiban internasional yang mencegah atau melarang penggunaan prajurit anak-anak. Semua bangsa harus bekerja sama dengan organisasi internasional dan LSM untuk mengambil tindakan mendesak untuk melucuti senjata, mendemobilisasikan dan mereintegrasikan prajurit anak-anak.

No comments:

Post a Comment